Di bawah, bersama insan fakir dan takik merah merebah rebah. Di atas, bersama datuk fadil dan saka megah meruah ruah: kita hidup dalam sebuah paradoks.
Tuesday, June 18, 2013
Surat
Secarik postingan ngasal
seorang bocah yang melawan arus manusia modern untuk membawa surat ini
kepada kalian.
Untuk manusia
yang memegang janji bagi sesama spesiesnya.
Dan
seluruh umat raya di pelosok jerawat Tuhan.
Cerita
kalian tak pernah berhenti dalam titik, karena cerita kalian akan terus
berlanjut turun temurun kepada titik-titik yang lainnya. Tinggal kalianlah yang
harus menentukan; apakah cerita kalian akan menjadi titik-titik yang bertebaran
di langit malam dan menjelma menjadi rasi Orion atau Sagitarius, mungkin? Atau
hanya menjadi titik-titik penyambung gambar alay
yang ada di buku gambar anak umur lima tahunan seharga dua ribu per
jilidnya?
Bumi
Tuhan ini sudah terlalu penat oleh kalian; sebagian kalian yang tak menepati
janji kepada-Nya. Titik-titik yang kalian bangun terlalu murahan dan
berantakan! Bahkan, tak dapat dibedakan dengan berak hewan. Generasi kedua
sudah rusak karena kalian!
Dan
sekarang, giliran kalian, manusia-manusia generasi ketiga; manusia
pasca-modern, untuk memperbaiki kelakuan bapak-bapak kalian yang tak dapat
dimaafkan walaupun sampai generasi ke delapan pangkat seratus dua puluh
delapan.
Jadilah
kalian penambal dari trilogi yang pernah rusak di ‘dua’. Sebuah epik yang bisa
menutupi aib dari cerita kehidupan manusia.
Sebuah
sempurna.
Secarik
postingan ngasal seorang bocah yang melawan arus manusia modern untuk membawa surat ini kepada para penyewa
Tanah Tuhan yang masih berkutat dalam rahim, sedikit setelah ketiadaan: para
pemimpin dunia selanjutnya.
Sunday, June 16, 2013
Diam Berbicara
Bukan mereka yang membuatku sendu: idiosinkrasimu yang tak hilang dilegam waktu, niscayamu tentang abdi dan 'pada suatu hari di sebuah dunia fantasi ', terbangmu dengan kompilasi rusuk menusuk-nusuk, 'dia'-mu tentang 'dia'-mu, pun senarai mutlakmu atas teori-teori busuk berbau jigong-mu.
Tapi ketika dirimu menyeringai, menyiah frase tak terbatas, dan pergi dengan lonjor hidung mengacung ke arah Sang Surya yang meleleh ditelan senja; tidur lelap untuk tetap terjaga di esok hari yang selalu melelahkan.
Lalu, maherat dengan bokongmu berbicara kepadaku: ketika mahabaja terpaksa menjadi airmata.
Saturday, June 15, 2013
Alum dalam Lamun
“Seni adalah segala perbuatan
manusia yang timbul dari perasaan dan sifat indah, sehingga menggerakkan jiwa
perasaan manusia.” –Ki Hajar Dewantara
HARRIS Hotel & Convention Bandung: ketika ekspektasi akan keindahan terserempet distorsi realita .
Sifat indah selalu digarisbawahi
berembuk tentang seni. Mereka mencari ‘embukkan’ yang luar biasa. Memang,
mereka mencari yang luar biasa biasa.
Outstanding Young Artist Award dan yang kurasa hanyalah alum dalam
lamun.
Friday, June 14, 2013
Balada Pemungut Bulan
Berdo’a kepada bintang; untuk dia
yang tak akan terang, untuk dia yang tangkas membawa rangup malam, untuk yang
tetap bersahaja diterjang masa, yang hidup dan yang telah tiada, yang membawa
pendingin ruangan akhir zaman, yang merekes untuk Sang Tuhan yang acap harap,
dan untuk mereka yang bercinta tanpa membuka selangkangannya.
Bertanya kepada siarah; untuk mereka yang
magrur dan takabur, untuk kalian yang tak sabar menunggu jilid baru sebuah
buku, yang samak karena tamak, yang tak indah diradah madah, yang memakai
seragam dan yang berselerang macam-macam, yang kikuk, yang kekok, dan yang
berkukuk.
Memungut bulan, untuk kau dan
rongga siluetmu yang bahkan terlalu bergas untuk dipuja pujangga.
Perezoso
Angkot berwarna pink norak dengan tema Hello Kitty yang
membuatnya lebih norak lagi. Sebuah speaker
besar berkarat di pojok angkot Antapani - Ciroyom itu melantunkan
senandung-senandung khas barat yang di-remix
dengan lagu dangdut: seperti lagu dubstep
yang berantakan kedengarannya. Di kedua sisi speaker, dua botol Baileys tertata rapi dan terlihat sangat kontras
dengan kondisi mobil yang unyu-unyu;
entah botol asli dari luar negeri atau hanya pesanan dari pojokan kumuh daerah
Kosambi.
Ruko-ruko di pinggir jalan larung bersama mall-mall mati yang dikutuk oleh jutaan mulut yang tak sudi tempat berjudi hidupnya digusur seketika: Lucky Square, Bandung Trade Mall. Nilai estetis buruk rupa dari tata kota abstrak tanah Nusantara, membuat para Iblis pun malas berkunjung dan berbelanja dosa di sana.
Temaram sudah makin menjelang: dengan langit hitam tanpa bintang karena polusi kendaraan, tapi macet belum rampung juga.
Sialan.
Transenden
Mungkin yang bisa dirasakan
Bandung sekarang adalah keringat dinginnya yang mengalir lancar melalui
lika-liku paras wajahnya. Entah syukur atau rutuk yang harus dikomat-kamitkan
dari bibirnya. Giginya gemertakan tanda dia sedang tak bernyawa: mereka akan
berhenti bergemertak ketika Bandung sudah mengumpulkan nyawanya.
Hamparan 'tidak' di sekitar mereka menjadi hakim pengadilan pantomim.
Di depannya, representasi Tuhan yang hidup di semesta. Jembatan antara ‘Si’ dan ‘Sang’. Sejak dua abad yang lalu ditemukan hubungan elektrikal psikis antara dua makhluk acak di semesta, Bandung tak pernah berbenak segila ini.
Darahnya mengalir dalam sukma Nebula Elang, makhluk terbesar di jagat realita.
Subscribe to:
Posts (Atom)