Friday, June 14, 2013

Poincare Recurrence Time




Berulang, ketika mereka berjejak bersama, menatap Sang Maestro-Musik-Kosong, Dia meludahi dahi mereka satu persatu. Lalu, ketika mereka merayap menuju paha-paha Sang Maestro itu, kembali, sayap-sayap parangnya menembus menjilat jantung tiap-tiap dari mereka. Kelaparan mereka dengan musik tanpa suara, lukisan tanpa warna, bahkan bahasa dansa tanpa garit-Nya, telah membusa, menetes, dan mengotori ubin granit hitam di telapak-telapak hina mereka. Bukan sebuah kepuasan Ordo ‘Dalam Biji Mata-Nya’ itu. Namun, hanya sekedar puntung cerutu yang sudah dihisap habis-habis sampai hanya bungkusnya saja yang tersisa: mereka hidup di antara kita; mungkin kau salah satunya?

No comments:

Post a Comment